Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Encouraging the Expansion of Social Security Employment Membership for Indonesian Migrant Workers (PMI)
02 January 2023
Pemerintah sudah menetapkan target penghapusan kemiskinan ekstrem menjadi 0% pada 2024 mendatang. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah pusat tidak bisa bekerja sendirian. Dibutuhkan dukungan atau kolaborasi dengan pemerintah daerah maupun dengan lembaga non pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memberikan asistensi teknis berkesinambungan kepada organisasi perangkat daerah atau dinas daerah yang bersinggungan langsung dengan program pengentasan kemiskinan ekstrem.
----
Secara umum, konsep kolaborasi merupakan sebuah konsep kerja sama dua pihak atau lebih dalam kurun waktu tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang sudah ditetapkan. Dengan konsep ini, manfaat maupun risiko yang ada akan ditanggung bersama. Kolaborasi yang apik akan melibatkan tiga elemen utama, yaitu (1) prakarsa dilahirkan dari ide yang diciptakan bersama; (2) semua pihak yang terlibat dalam prakarsa tersebut memberikan kontribusi atau peran yang seimbang; dan (3) jika terjadi hambatan atau tantangan dalam pelaksanaannya, seluruh pihak yang terlibat bersedia menanggung kerugian atau risiko bersama-sama pula.
Tiga unsur dalam kolaborasi untuk pengentasan kemiskinan ekstrem, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, bersama-sama mengembangkan inisiatif untuk penanggulangan kemiskinan. Prosesnya diawali dengan menganalisis kebutuhan, rencana aksi, kebutuhan pendanaan, dan implementasi. Untuk menemukan mitra yang tepat, penting mengidentifikasi tipe organisasi/lembaga/badan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu kegiatan atau memiliki kapasitas yang unggul. Keterlibatan aktif setiap mitra pada tahap awal penting dilakukan untuk mengendalikan ekspektasi atas kenyataan yang mungkin kelak didapat.
Selanjutnya, setelah mengidentifikasi mitra, identifikasi lokasi dibagi menjadi empat, yaitu untuk sektor pangan; energi terbarukan; kesehatan; serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk sektor pangan, harus dipetakan komoditas pangan yang paling unggul atau paling potensial untuk dikembangkan. Sementara sektor energi terbarukan harus diketahui potensi atau ragam sumber energi terbarukan yang di lokasi tersebut yang paling melimpah atau mudah dimanfaatkan. Berikutnya, untuk sektor kesehatan harus diketahui kondisi mutakhir kesehatan warga setempat dan kebutuhannya. Adapun untuk sektor UMKM, dipetakan produk UMKM yang pernah dibuat warga miskin ekstrem, kebutuhan bahan baku, potensi pemasaran, dan sebagainya.
Kendati demikian, ada kebutuhan lain yang sebaiknya dipenuhi dalam kerangka kolaborasi ini. Beberapa di antaranya adalah data demografi dan informasi umum terkait wilayah sasaran yang bisa diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Lalu, lokasi kabupaten atau kecamatan yang menjadi sasaran program pengentasan kemiskinan ekstrem apakah dekat dengan pelabuhan, pasar, atau kota besar terdekat untuk memetakan potensi pemasaran dari pengembangan sektor UMKM. Data lainnya adalah mengumpulkan informasi progam dan kegiatan yang sudah pernah dibuat oleh dinas setempat terkait penanggulangan kemiskinan ekstrem. Ini bisa menjadi pertimbangan atau evaluasi bagi pihak swasta atau BUMN apakah hendak melanjutkan lagi program itu atau membuat program yang baru.
Kembali lagi ke strategisnya peran daerah. Dalam program ini, pemerintah daerah bisa berperan sebagai coordination hub dengan tugas sebagai berikut: (1) memastikan program penanggulangan kemiskinan ekstrem menjadi program prioritas daerah; (2) menyelaraskan program penanggulangan kemiskinan ekstrem pemerintah daerah dan desa dengan program milik kementerian dan lembaga; (3) melibatkan unsur non-pemerintah (swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan unsur lainnya) untuk mengambil peran masing-masing dalam program ini; dan (4) bersama aparat kecamatan/desa, fasilitator lokal, dan perguruan tinggi memantau pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan ekstrem di daerah-daerah.
Contoh skema pemerintah daerah dalam kolaborasi pemerintah dan non-pemerintah adalah Bupati atau kepala daerah membawahi kelima lembaga, yaitu Bappeda; Dinas UMKM; Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral; Dinas Kesehatan; dan Dinas Pertanian/Peternakan. Kelima lembaga tersebut sama-sama berfokus pada sasaran utama, yaitu warga miskin ekstrem.
Menjaga Alur Kolaborasi
Dalam kolaborasi dengan swasta atau non-pemerintah, sebaiknya kesepakatan antarpihak dituangkan dalam nota kerja sama (memorandum of agreement/MoA). Rencana aksi harus dibuat sedetail mungkin agar tidak menimbulkan kerancuan atau kesalahpahaman di kemudian hari. MoA tersebut berisi pihak yang terlibat dalam kemitraan, lingkup kerja, jangka waktu, bidang spesifik intervensi (kesehatan, UMKM, energi terbarukan, dan pangan), sumber daya, dan lain sebagainya. MoA ini dapat diperbarui atau tidak dilanjutkan atas kesepakatan kedua pihak, yakni pemerintah daerah/dinas/organisasi perangkat daerah dengan swasta/BUMN.
Dalam isi MoA sebaiknya memuat kontribusi yang jelas dari setiap pihak yang terlibat dalam program penanggulangan kemiskinan ekstrem. Misalnya, siapa pihak yang bertanggung jawab dalam pelatihan, pendampingan, pembinaan, pemberian alat/hibah, pemberian kredit lunak kepada sektor UMKM, akses pasar, dan sebagainya. Selain itu, isi penting dalam MoA yang tak boleh dilewatkan adalah adanya key performance index (KPI) dari program pengentasan kemiskinan esktrem, misalnya target persentase penurunan warga miskin ekstrem. Turunan dari KPI ini, antara lain target penciptaan lapangan kerja bagi warga miskin ekstrem dalam satu tahun ke depan; berapa warga miskin ekstrem yang mendapat pelatihan, pendampingan, dan pembinaan di sektor energi terbarukan, pangan, UMKM, maupun di sektor kesehatan; kegiatan ekonomi yang bisa diciptakan dalam kurun kerja sama tersebut; jumlah warga (ibu dan anak/bayi) yang bisa mendapat akses ke fasilitas kesehatan dan sanitasi; atau target pengurangan jumlah kematian warga miskin ekstrem.
Secara garis besar, alur program kolaborasi bisa diuraikan sebagai berikut. Didahului dengan koordinasi yang melibatkan para mitra utama, dilakukan pengkajian data untuk menetapkan lokasi sasaran. Berdasarkan survei dan analisis hasil verifikasi di lapangan, sasaran kemudian ditetapkan, baik lokasi maupun warga miskin ekstrem yang menjadi sasaran program. Selanjutnya, dibuat nota kesepahaman antarpihak yang terlibat dalam program ini dengan pembagian tugas yang jelas. Penguatan kapasitas dibutuhkan selama pelaksanaan program. Berikutnya adalah pemantauan/monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.
TNP2K berkomitmen membantu dalam persiapan dan pengawasan (monev) dalam program penanggulangan kemiskinan ekstrem di wilayah Indonesia. Dibutuhkan sejumlah variabel berikut agar monev berjalan dengan baik, yaitu jumlah warga miskin ekstrem yang menjadi sasaran program; lokasi warga miskin ekstrem; intervensi yang sudah diberikan (bantuan sosial, program CSR, atau kolaborasi pemda-swasta); jumlah anggaran yang dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan ekstrem; serta target yang ingin dicapai seperti yang tertuang dalam MoA. Monev dilakukan di awal dan di akhir program untuk mengetahui seperti apa kemajuan program tersebut.
Setelah peta kolaborasi parapihak dalam program pengentasan kemiskinan ekstrem ini jelas, yang dibutuhkan adalah komitmen para pihak untuk benar-benar melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam program ini. Kolaborasi yang apik, tanpa disertai dengan komitmen yang tinggi, akan terasa tak bermakna.