“Setelah menerima LTS, saya merasa tertolong karena tidak perlu repot menyalakan api tungku untuk menerangi kamar. Terutama jika minyak tanah untuk bahan bakar pelita habis.” Afliana Leo, 100 tahun, Desa Kusi Utara
“Sebelum ada lampu, kami selalu tidur cepat jam 7 atau jam 8 malam. Sekarang, setelah ada LTS kami bisa berkumpul keluarga malam-malam sambil mengupas biji kemiri,” Antris Benome, Desa Oemaman.
“Karena rumah saya sudah terang, saya bisa membuka kios kecil-kecilan dan menjual makanan ringan untuk pekerja-pekerja yang sedang mengerjakan proyek jalan desa di depan rumah.” Bernardus Leosae, Desa Oemaman.
“Ketika pakai pelita, anak-anak jadi kehilangan semangat, karena pelita mati setiap kali ada angin. Kadang harus menumpang belajar di rumah tetangga yang punya lampu listrik. Ketika ada PR (pekerjaan rumah) atau ujian.” Elisa Nubatonis 53 tahun, Desa Kusi Utara.
Di desa Naileu, beberapa Rumah Tangga Sasaran (RTS) secara bergantian menyediakan tempat bagi anak-anak untuk belajar.
Setelah ada LTS, Ibu Yohana Hauteas dari Desa Oemaman dan Ibu Jeni Nomleni dari Desa Naileu dapat melanjutkan menenun hingga sekitar pukul 10-11 malam. Mereka sekarang dapat menyelesaikan 1 lembar tenun ikat atau selimut 1-2 bulan lebih cepat. Sementara, Ibu Martha Boimau dapat menyelesaikan sebuah tenunan selendang 1 minggu lebih cepat.
Beberapa ibu rumah tangga dapat dapat menyiapkan makan bagi keluarga lebih malam sehingga tidak perlu terburu-buru mengerjakan pekerjaan di kebun.
Yeni Taopan di desa Naileu, kini dapat menyiapkan makan malam bagi keluarganya sekitar pukul 7 malam. Sebelumnya ia harus bergegas pulang untuk mempersiapkannya pada pukul 5 sore.